Saturday, June 1, 2013
Marsombuh Sihol
Marsombuh Sihol
Orang-orang Simalungun sering mengadakan pesta yang dinamakan Marsombuh Sihol. Marsombuh sihol dalam bahasa Indonesia berarti melepas rindu. Dalam acara Marsombuh Sihol yang dilaksanakan oleh orang Simalungun, kerinduan yang dimaksut tidak terbatas pada kerinduan terhadap seseorang, tetapi lebih kepada suasana, yaitu suasana yang khas bila ada banyak orang Simalungun berkumpul.
Hal-hal yang biasanya ada dalam acara Marsombuh Sihol diantaranya adalah bernyanyi dan menari. Yang ditampilkan dalam acara itu tentunya adalah Nyanyian berbahasa Simalungun serta tarian Simalungun yang disebut tortor. Untuk melengkapi suasana Simalungun dalam acara Marsombuh Sihol, biasanya semua panitia mengenakan pakaian adat Simalungun. Karena sama-sama ingin merasakan suasana khas Simalungun, sebagian besar peserta juga datang dengan pakaian yang bercirikan Simalungun.
Di wilayah Jakarta dan sekitarnya, salah satu hal yang hampir tidak pernah ketinggalan dalam acara Marsombuh Sihol adalah melestarikan tradisi pohon uang, yaitu potongan ranting pohon yang ditempeli dengan uang kertas berbagai nilai. Para peserta secara perkelompok membentuk pohon uang masing-masing. Biasanya kelompok ini dibagi menurut wilayah domisilinya. Pohon uang ini diarak sambil manortor oleh masing-masing kelompok untuk dimintai pendapat dari kelompok lain secara bergantian, apakah pohon uang milik kelompoknya sudah cukup bagus. Masing-masing kelompok akan berusaha membuat pohonnya seperti pohon yang berbuah lebat, pohon yang penuh dengan uang kertas bernilai tinggi, karena pohon yang berbuah jarang dan murah akan menjadi bahan tertawaan sementara pohon yang berbuah lebat dan mahal akan mendapat tepuk tangan meriah.
Di Simalungun, Tradisi pohon uang ini ada pada saat kematian seorang tua yang sudah mempunyai cucu dari semua anak laki-laki dan anak perempuannya, atau disebut sayur matua. Pohon uang ini sebagai ungkapan pujian dari anak dan cucu, sebagai ungkapan syukur dari anak-cucu, bahwa orang tua atau kakek atau nenek mereka yang meninggal tersebut adalah seorang yang sudah sukses mendidik anak-anaknya hingga semua anak-anaknya bisa hidup layak.
Wednesday, May 21, 2008
Pesta Bolon Marpariama
20 Mei 2008, bertepatan dengan peringatan 100 tahun (1 abad) kebangkitan nasional, Harungguan Sinaga, Boru pakon Panagolan (HSBP) Jabodetabek menggelar acara PESTA BOLON MARPARIAMA. Tema "Mengucap Syukur dan Berterimakasih" diambil untuk acara kali ini. Mudah disimpulkan bahwa pemilihan tema tersebut dilatari oleh kesadaran panitia bahwa kelompok marga Sinaga dari suku Simalungun yang menjadi anggota dari organisasi ini, adalah bagian dari masyarakat kelas bawah bangsa ini yang kondisinya semakin kritis, sehingga dibutuhkan kata sakti yang bisa mengangkat semangat agar tidak jatuh kedalam keputusasaan. Seperti yang diharapkan oleh Ustad H. Budiman Sinaga dan Pdt. Jahenos Purba Siboro saat memberi kata sambutan.
Pesta Bolon Marpariama itu sendiri, selanjutnya disebut PBM, adalah judul salah satu lagu karya St. A.K. Saragih yang terdapat dalam buku doding (nyanyian) Haleluya, buku nyanyian GKPS. Tepatnya nyanyian nomor 488.
PBM ini merupakan acara kedua yang digelar oleh HSBP. Acara pertama, tahun 2006 diberi tajuk Pesta Bona Taun Harungguan Sinaga Boru pakon Panagolan, dilangsungkan untuk mensyahkan kepengurusan HSBP periode 2006-2008.
Acara diawali dengan prosesi penyambutan pengurus HSBP oleh seluruh undangan, dilanjutkan dengan penyambutan rombongan anggota dari kepengurusan wilayah, antara lain: wilayah Jakarta Utara, wilayah Jakarta Timur, wilayah Jakarta Pusat yang digabungkan dengan Jakarta Selatan, wilayah Jakarta Barat yang diketuai oleh Bp. Raidim Sinaga, wilayah Bekasi yang diketuai oleh St. Irwan Sinaga serta wilayah Depok yang diketuai oleh Sy. Herman F. Sinaga.
Prosesi penyambutan rombongan kepengurusan wilayah ini menarik karena setiap rombongan diwajibkan membawa "pohon duit" masing-masing, dimana ada tawar menawar tampilan pohon antara rombongan penerima tamu dan rombongan tamu itu sendiri. Rombongan tamu baru diterima bila pohonnya terlihat "ramos" (bahasa Simalungun yang artinya pohon yang dipenuhi oleh buah). Kedatangan tamu ini disambut dengan tari-tarian. Entah ini mendidik atau tidak, tapi pola ini mengikuti prosesi adat "Mangalo-alo Tondong" (mangalo-alo = menyambut, Tondong = kelompok orang yang dihormati sebagai raja). Prosesi ini juga diwarnai dengan "menyogok pemain musik", dimana pemain musik tidak mau memainkan lagu-lagu yang riang, atau menyanyikan lagu-lagu riang tapi dengan permainan yang sangat tidak enak untuk didengar apalagi untuk "itortorhon" (ditarikan). Mau-tidak-mau, rombongan tamu harus menyetor "oleh-oleh" kepada pemain musik supaya bisa manortor dengan enak.
Beberapa foto acara dapat dilihat di http://www.flickr.com/photos/julvanal/
Pesta Bolon Marpariama itu sendiri, selanjutnya disebut PBM, adalah judul salah satu lagu karya St. A.K. Saragih yang terdapat dalam buku doding (nyanyian) Haleluya, buku nyanyian GKPS. Tepatnya nyanyian nomor 488.
PBM ini merupakan acara kedua yang digelar oleh HSBP. Acara pertama, tahun 2006 diberi tajuk Pesta Bona Taun Harungguan Sinaga Boru pakon Panagolan, dilangsungkan untuk mensyahkan kepengurusan HSBP periode 2006-2008.
Acara diawali dengan prosesi penyambutan pengurus HSBP oleh seluruh undangan, dilanjutkan dengan penyambutan rombongan anggota dari kepengurusan wilayah, antara lain: wilayah Jakarta Utara, wilayah Jakarta Timur, wilayah Jakarta Pusat yang digabungkan dengan Jakarta Selatan, wilayah Jakarta Barat yang diketuai oleh Bp. Raidim Sinaga, wilayah Bekasi yang diketuai oleh St. Irwan Sinaga serta wilayah Depok yang diketuai oleh Sy. Herman F. Sinaga.
Prosesi penyambutan rombongan kepengurusan wilayah ini menarik karena setiap rombongan diwajibkan membawa "pohon duit" masing-masing, dimana ada tawar menawar tampilan pohon antara rombongan penerima tamu dan rombongan tamu itu sendiri. Rombongan tamu baru diterima bila pohonnya terlihat "ramos" (bahasa Simalungun yang artinya pohon yang dipenuhi oleh buah). Kedatangan tamu ini disambut dengan tari-tarian. Entah ini mendidik atau tidak, tapi pola ini mengikuti prosesi adat "Mangalo-alo Tondong" (mangalo-alo = menyambut, Tondong = kelompok orang yang dihormati sebagai raja). Prosesi ini juga diwarnai dengan "menyogok pemain musik", dimana pemain musik tidak mau memainkan lagu-lagu yang riang, atau menyanyikan lagu-lagu riang tapi dengan permainan yang sangat tidak enak untuk didengar apalagi untuk "itortorhon" (ditarikan). Mau-tidak-mau, rombongan tamu harus menyetor "oleh-oleh" kepada pemain musik supaya bisa manortor dengan enak.
Beberapa foto acara dapat dilihat di http://www.flickr.com/photos/julvanal/
Tuesday, February 27, 2007
Pengayom Adat Sinaga Simalungun
Sikap "suka mengalah" pada suku Simalungun dalam banyak hal telah merugikan budaya Simalungun itu sendiri. Prosesi adat dalam keluarga Simalungun dilaksanakan menurut adat Batak Toba. Ini seringkali terjadi di perantauan. Penyebabnya ada banyak hal. Salah satunya adalah karena sedikitnya jumlah orang Simalungun yang mengerti akan adat Simalungun itu sendiri. Melihat hal itu, sekelompok orang Simalungun dari marga Sinaga dan yang memiliki hubungan dengan marga ini, menggagasi pembentukan sebuah wadah yang fungsi utamanya adalah sebagai pelaksana dalam acara adat yang diselenggarakan oleh semua keluarga Simalungun bermarga Sinaga. Maka, jadilah HSBP (Harungguan Sinaga Boru pakon Panogolan) se-Jabodetabek.
"Agar adat Simalungun menjadi tuan di rumah sendiri", demikian dinyatakan Jimmy Sinaga, penjabat Ketua Umum HSBP Se-Jabodetabek, dalam beberapa kesempatan.
Para pengurus harian HSBP Jabodetabek sesaat sebelum dilantik disele-sela acara PESTA BOLON MARPARIAMA 2008, 20 Mei 2008 di Jakarta. Dari kiri ke kanan: Jimmy Sinaga (ketua umum), Karlen Sinaga, siapa lagi ya... ada yang bisa bantu gak ya... :I
Foto-foto lain bisa dilihat di http://www.flickr.com/photos/julvanal/sets/72157605191078577/
Subscribe to:
Posts (Atom)